Asar Humanity

21 Jun 2023 17:17

Share

Gaza: Where Poverty, Hunger, and Decades of Attacks Converge

AsarNews, GAZA - Pada 11 Mei 2023, World Food Program (WFP), badan yang memberikan bantuan makanan kepada warga Palestina nonpengungsi yang rentan dengan bekerja sama dengan Kementerian Pembangunan Sosial dan Yayasan Asosiasi Internasional, membuat pernyataan yang mengejutkan. Alia Zaki, juru bicara WFP menjelaskan bahwa pada awal Mei, program tersebut telah mengurangi nilai kupon yang diberikan per orang di wilayah Palestina, dari $12,4 menjadi $10,3.

Samer Abdeljaber, perwakilan WFP dan direktur negara di Palestina, juga angkat suara. “Keluarga rentan di Gaza dan Tepi Barat telah terdesak oleh efek gabungan dari meningkatnya ketidakamanan, ekonomi yang memburuk, dan meningkatnya biaya hidup yang mendorong kemiskinan meningkat,” katanya.

Abdeljaber juga menguraikan bahwa sekitar 1,84 juta warga Palestina, atau 35 persen dari populasi Palestina, tercatat tidak memiliki cukup makanan.

food insecurity in palestine country 2022

Di Jalur Gaza, secerdas apa pun seseorang dan setinggi apa pun ia mengenyam pendidikan, pilihan pekerjaan yang tersedia tetaplah sangat terbatas akibat blokade Israel yang membuat roda perekonomian di Gaza berhenti berputar.

Menurut Euro-Mediterranean Human Rights Monitor, sebanyak 61,6 persen penduduk Gaza, atau sekitar 2,3 juta orang, telah hidup dalam kemiskinan akibat tingkat pengangguran yang mencapai sekitar 47 persen pada akhir tahun 2022. Pusat Hak Asasi Manusia Palestina (PCHR) juga menyatakan keprihatinannya tentang keputusan WFP, dan menyatakan bahwa hal itu akan berdampak buruk bagi kehidupan kelompok sosial yang rentan di Jalur Gaza, yang lebih dari separuh populasinya menderita kemiskinan, sementara 64,4 persen lainnya menderita kerawanan pangan, menurut PCHR.

palestine-world-image-32578

Jalur Gaza dengan segala problematika yang diciptakan oleh sistem apartheid Israel memang sudah sangat menyesakkan penduduknya, seperti yang tersirat dari kalimat-kalimat yang diucapkan oleh Al-Qanou. Blokade yang telah berlangsung selama 17 tahun dan tidak ada tanda-tanda akan berhenti semakin memutuskan harapan penduduknya akan kebebasan dan masa depan. Oleh karena itu, tak mengherankan apabila kabar penghentian bantuan pangan dari WFP membuat penduduk Gaza layaknya tersambar petir di siang hari, sebab selama ini bantuan itulah yang membuat mereka bisa bertahan hidup.

Gaza yang disebut sebagai penjara terbesar di dunia bukanlah tanpa alasan. Blokade di darat, laut, dan udara membuat penduduk Gaza sempurna terkurung dan dipaksa untuk bertahan hidup dalam kondisi mengenaskan. Seorang mantan penasihat pemerintah Israel, Dov Weisglass, pada tahun 2006 telah menjelaskan motif Israel di balik blokade Gaza, Ia mengatakan: “Idenya adalah untuk membuat orang Palestina melakukan ‘diet’, tetapi tidak membuat mereka mati kelaparan.”

Akan tetapi, walaupun Israel seakan menutup segala celah bagi Gaza untuk bisa berkembang, selalu ada harapan bagi Gaza untuk bisa bebas dari blokade selamanya. Salah satu harapan tersebut ada pada diri kita, yang bisa memilih untuk menyalakan dan memperjuangkan hidup saudara-saudara kita, atau justru tidak peduli dan membuat harapan tersebut mati. Sebab persoalan di Gaza dan Palestina secara umum tidaklah sesederhana konflik antar-ras atau agama, melainkan pemusnahan nilai-nilai kemanusiaan yang dilanggengkan oleh sistem apartheid Israel dari waktu ke waktu, kecuali jika kita bisa memutus mata rantai siklus tersebut dan mengakhiri penjajahan sepenuhnya di Palestina.